Home / Berita Terbaru / Aceh Terlibat Aktif dalam Konferensi Perubahan Iklim di Jerman

Aceh Terlibat Aktif dalam Konferensi Perubahan Iklim di Jerman

Humas Aceh | 19 Nov 2017

Jerman – Aceh menjadi provinsi yang berpartisipasi aktif pada Conference of the Parties (COP 23) Fiji, yang berlangsung di Kota Bonn, Jerman sejak tanggal 6 hingga 17 November 2017 yang dihadiri oleh para perwakilian lebih dari 200 negara termasuk Indonesia.

Konferensi itu membahas agenda penting pengurangan emisi gas rumah kaca di dunia.

Informasi lengkap jalannya Konferensi tersebut diperoleh Kepala Biro Humas dan Protokol Pemerintah Aceh, Mulyadi Nurdin, setelah berkomunikasi langsung dengan delegasi Aceh, Falevi Kirani dan Tarmizi yang sedang mengikuti acara tersebut di Jerman.

Dalam forum tersebut, delegasi dari Aceh, Falevi Kirani mengatakan bahwa sejak tahun 2007 Aceh telah menetapkan berbagai kebijakan strategis sebagai upaya dalam pengendalian perubahan iklim terutama yang bersumber dari sektor hutan dan lahan.

Kebijakan tersebut meliputi moratorium logging dan perbaikan tata kelola kehutanan dan perizinan.

“Upaya-upaya tersebut ditujukan untuk mengurangi laju deforestasi dan degradasi hutan yang ditengarai menjadi faktor penting dalam perubahan iklim,” ujar Falevi.

Ia juga menyampaikan bahwa Aceh adalah salah satu founding members atau anggota pendiri dari Governors Climate and Forest Task Force (GCF) dan saat ini ditunjuk menjadi salah satu executive committee (komite eksekutif), yaitu sebuah forum komunikasi tingkat provinsi atau negara bagian untuk agenda perubahan iklim dan kehutanan.

Sementara itu, delegasi Aceh lainnya, Tarmizi mengungkapkan bahwa Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menaruh perhatian besar terhadap isu lingkungan termasuk perubahan iklim.

Menurutnya di dalam rencana pembangunan jangka menengah Aceh (RPJMA) yang sedang dirampungkan saat ini, telah dituangkan rencana pengembangan skema insentif bagi wilayah hulu yang memberikan jasa lingkungan bagi wilayah hilir.

“Secara analogis, di tingkat nasional, kami sangat berharap pemerintah pusat juga dapat memberikan insentif dan perhatian yang lebih baik terhadap Aceh yang selalu memberikan kontribusi signifikan dalam mencegah deforestasi dan degradasi hutan meskipun pada saat sulit, dimana tahapan pembangunan jangka panjang Aceh berada pada fase yang menghadapi tekanan terhadap kebutuhan pembukaan lahan,” ujar Tarmizi

Disebutkan bahwa Delegasi Aceh yang menjadi bagian dari delegasi Indonesia dengan difasilitasi oleh proyek SICCR-TAC (Support to Indonesia Climate Change Response-Technical Assistance Component) yang didanai oleh Uni Eropa, disambut hangat oleh sejumlah stakeholder kunci pada event penting itu.

Sejumlah permintaan dan dorongan untuk melakukan konsolidasi upaya mitigasi perubahan iklim di tingkat sub national diterima oleh delegasi Aceh dari berbagai pihak seperti UNCDF, GCF (Green Climate Fund), dan delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, untuk memfasilitasi pertemuan tindak lanjut pada kuartal ke-2 tahun depan.

Menyambut hal itu, delegasi Aceh lainnya, Kautsar Muhammad Yus, anggota DPRA yang berada di Paviliun Indonesia menyambut baik dorongan ini.

“Kita menyambut tantangan ini dan sesungguhnya tanpa diminta, Aceh sendiri memang sudah berencana untuk melakukan konsolidasi secara intens terkait isu pembangunan berkelanjutan dan khususnya soal perubahan iklim di tahun 2018,” ujarnya.

Pada event ini akan diundang mitra potensial di tingkat nasional dan global untuk bersinergi dan mendukung aksi-aksi nyata tekait perubahan iklim di Aceh.

Sementara itu, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Dr. Siti Nurbaya mengungkapkan komitmen Indonesia untuk melaksanakan Paris Agreement melalui beberapa strategi kunci, seperti penyusunan kerangka transparansi nasional, percepatan implementasi perhutanan sosial termasuk skema hutan adat, restorasi gambut seluas 2 juta hektar, ratifikasi konvensi minamata, pengurangan 70% sampah plastik, dan mendukung upaya pengendalian perubahan iklim kepada negara berkembang lainnya.

Pada sesi penutupan Pavilliun Indonesia, Menteri Siti Nurbaya juga menekankan bahwa agenda pelaksanaan Paris Agreement harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan dan institusi, termasuk parlemen, masyarakat sipil, pihak swasta dan juga komunitas internasional.

Untuk diketahui, luas tutupan hutan Aceh saat ini lebih dari 3 juta hektar, yang menjadikan Aceh sebagai wilayah sub nasional dengan tutupan hutan terluas di Sumatera, dan secara otomatis menjadi harapan bagi Indonesia dalam memenuhi target pengurangan emisi gas rumah kaca seperti yang telah di sampaikan sebagai komitmen nasional di dalam NDC (Nationally Determined Contribution).

Check Also

Pemerintah Aceh Serahkan SK Tenaga Kontrak

Banda Aceh – Pemerintah Aceh hari ini mulai menyerahkan Surat Keputusan (SK) Tenaga Kontrak tahun …