Home / Berita Terbaru / Usulkan Gelar Pahlawan Nasional, Laksamana Malahayati Diseminarkan
Wakil Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, Membuka seminar Malahayati sebagai Pahlawan Nasional di Ruang Potensi Daerah Setda Aceh, Banda Aceh, 03/8/2017.

Usulkan Gelar Pahlawan Nasional, Laksamana Malahayati Diseminarkan

Humas Aceh | 3 Agt 2017

Banda Aceh – Meski tidak pernah berharap untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional. Namun, untuk kepentingan bersama, pemberian gelar itu sangat penting agar perjuangan para pahlawan menjadi pembelajaran bagi generasi sekarang dan di masa mendatang, sehingga nilai kepahlawanan itu senantiasa diteladani masyarakat.

Wakil Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah menyerahkan lukisan Laksamana Hayati kepada Ahli Waris, Tgk. Cut Putro Safiatuddin Cahaya Alam pada Seminar Malahayati sebagai Pahlawan Nasional di Ruang Potensi Daerah Setda Aceh, Banda Aceh, 03/8/2017.

Penegasan tersebut disampaikan oleh Wakil Gubernur Ace Ir Nova Iriansyah MT, dalam sambutan singkatnya saat membuka ‘Seminar Laksamana Malahayati sebagai Pahlawan Nasional” yang dipusatkan di ruang Potensi Daerah Setda Aceh, Kamis (3/8/2017).

“Oleh sebab itu, penggalian terhadap kisah perjuangan para pahlawan sudah semestinya dilakukan lebih terstruktur dan sistematis, agar jasa mereka untuk bangsa ini tidak dilupakan oleh generasi mendatang,” kata Wagub.

Wagub berharap, seminar ini memberi pencerahan tentang kepahlawanan Laksamana Malahayati dalam mempertahankan kedaulatan negeri, sehingga dapat melahirkan rekomendasi agar ditetapkan sebagai pahlawan nasional.

“Secara khusus, saya menyampaikan apresiasi kepada Kongres Wanita Indonesia dan kehadiran Ibu Titin Pamudji, selaku Sekjen Kowani Pusat yang sudah berhadir dan telah menginisiasi dan bersusah payah merealisasikan sebuah gagasan hebat untuk mengusulkan Laksamana Malahayati sebagai Pahlawan Nasional karena beliau memang layak menyandang gelar Pahlawan Nasional,” sambung Nova.

Dalam kesempatan tersebut, Wagub juga menginstruksikan seluruh instansi terkait untuk segera menginventarisir dan mengadvokasi sejumlah syuhada Aceh untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Masih banyak nama pejuang lain belum ditetapkan pemerintah sebagai pahlawan nasional, meski dalam sejarah perjalanan bangsa, nama-nama mereka selalu disebut sebagai tokoh nasional.

Saat ini, secara nasional Indonesia baru memiliki 168 orang Pahlawan Nasional dan dari jumlah tersebut hanya ada 12 orang Pahlawan Perempuan. Dan, dari sekian banyak pejuang kemerdekaan di Aceh, hingg saat ini hanya ada tujuh orang yang dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, yaitu Tgk Chik di Tiro (1836-1891), Teuku Umar (1854-1899), Sultan Iskandar Muda (1590-1636), Cut Nyak Dhien (1848-1908), Cut Nyak Meutia (1870-1910), Teuku Nyak Arief (1899-1946), dan Teuku Muhammad Hasan (1906-1997).

“Tak terbantahkan lagi, bahwa di Aceh banyak sekali terdapat para mujahid yang berjuang hingga mempertaruhkan nyawa untuk mempertahankan kedaulatan bangsa dari invasi para penjajah. Salah satunya adalah Laksamana Malahayati. Namun belum semua jejak perjuangan beliau dapat kita gali secara mendalam,” ujar Wagub.

Wagub menegaskan, forum-forum ilmiah untuk menelurusi lebih jauh tentang kisah perjuangan pahlawan yang luar biasa ini harus lebih sering dilakukan, karena seminar akademik adalah salah satu syarat untuk mengajukan seseorang menjadi Pahlawan Nasional.

“Hasil seminar ini bisa melahirkan catatan sejarah tentang kisah Mahalayati dan pasukan inong baleenya. Selanjutnya kita mengusulkan kepada Pemerintah untuk menetapkan Laksamana Malahayati sebagai pahlawan nasional. Mudah-mudahan tahapan itu dapat kita mulai dari seminar ini, sehingga proses pengusulan ini benar-benar didukung kajian ilmiah yang mendalam dan dapat menjadi pertimbangan bagi Pemerintah.”

Sementara itu, untuk menghindari polemik yang akan terjadi di kemudian hari, Nova Iriansyah merekomendasikan untuk menggelar seminar lanjutan terkait visualisasi Laksamana Malahayati.

Dalam kesempatan tersebut, Wagub juga menyerahkan cinderamata berupa lukisan Laksamana Kemalahayati kepada ahli waris Laksamana malahayati, yaitu Tgk Cut Putroe Safiatuddin Cahaya Nur Alam. Wagub juga menerima dokumen terkait laksamana Malahayati dari Sekjen Kowani Pusat.

Empat orang tokoh dan ahli sejarah tampil sebagai narasumber pada seminar tersebut, yaitu Rusdi Sufi, Husaini Ibrahim MA, Misri Husein dan Rusdi Ali Muhammad. Setidaknya ada Ada 3 hal yang harus disepakati dalam seminar ini, yaitu Foto (visualisasi), nama dan usia.

Sejarah Singkat Laksamana Malahayati

Dari sekian banyak pejuang bangsa di Aceh, salah satu yang banyak tercatat dalam sejarah adalah Keumalahayati atau Malahayati, yang merupakan laksamana perempuan pertama di dunia.

Sejumlah literatur membuktikan bagaimana Malahayati tampil sebagai sosok yang menakutkan bagi pasukan Belanda dan Portugis saat mereka berupaya menancapkan kekuasaannya di Tanah Rencong.

Dari silsilah keturunannya, Malahayati masih merupakan keluarga kesultanan Aceh, sebab ia adalah cicit dari Sultan Salahuddin Syah yang memerintah pada tahun 1530-1539.

Suaminya juga termasuk seorang pahlawan yang begitu gigih berjuang mengusir Belanda dari tanah Aceh, hingga akhirnya meninggal ditembak musuh bersama ribuan pejuang Aceh lainnya. Kematian para pejuang itu menyebabkan banyaknya wanita Aceh yang menjadi janda.

Malahayati tidak ingin hanya tinggal diam melihat situasi itu. Ia kemudian membentuk pasukan khusus inong balee, yang anggotanya sebagian besar para janda. Mereka angkat senjata dan menggelorakan perang gerilya di wilayah laut Aceh. Berkali-kali perang antara pasukan inong balee berkobar melawan pasukan penjajah Belanda.

Dari sekian banyak cerita heroik tentang Malahayati, salah satunya adalah cerita pertarungannya melawan komandan pasukan Belanda yang terkenal kejam, yaitu Jenderal Cornelis de Houtman.

Pertarungan itu berakhir dengan tewasnya de Houtman di ujung pedang Malahayati pada pertempuran satu lawan satu di geladak kapal pada 11 September 1599. Peristiwa itu sempat membuat geger negara-negara Eropa, khususnya Kerajaan Belanda. Akibatnya, Malahayati ditetapkan menjadi orang yang paling diburu oleh pasukan penjajah itu.

Perjuangan Malahayati terhenti sekitar tahun 1606, setelah ia gugur saat bertempur melawan pasukan portugis di Perairan Selat Malaka. Ia dimakamkan di lereng Bukit Lamkuta, sebuah desa nelayan yang berjarak 34 kilometer dari Banda Aceh. (Ngah)

 

Check Also

Pemerintah Aceh Serahkan SK Tenaga Kontrak

Banda Aceh – Pemerintah Aceh hari ini mulai menyerahkan Surat Keputusan (SK) Tenaga Kontrak tahun …