Banda Aceh, 01/21/2015 | Humas Aceh
Gubernur Aceh dr H Zaini Abdullah menegaskan, Pemerintah Aceh sangat concern dan mendukung sepenuhnya penyertaan modal untuk keperluan pembentukan PT. Bank Aceh Syariah yang terpisah (spin off) dari Bank konvensional. Penyertaan modal ini, sebut Gubernur, merupakan legal formal dan amanah dari Qanun No.9 Tahun 2014 tentang Bank Aceh Syariah.
“Ini adalah tujuan kita bersama, Pemerintah Aceh sangat komit untuk menerapkan perekonomian syariah terutama di sektor Bank milik Pemerintah daerah. Ini juga bagian dari implementasi syariat Islam dalam bidang perbankan dan ekonomi syariah, ” kata Gubernur Zaini dalam pertemuan silaturrahmi dengan jajaran pengurus Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Meuligoe Aceh, Selasa (20/1/2015) pagi.
Pertemuan yang rangkai dengan coffee morning ini dipandu oleh Sekda Aceh Drs Dermawan MM, turut mendampingi Gubernur antara lain Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA), Tim Asistensi Gubernur Dr Rafiq, staf Ahli Gubernur Bidang Hukum M Jakfar, Kadis Syariat Islam Aceh Prof Syahrizal Abbas, Kepala Bappeda Aceh Prof Abubakar Karim, Wakil Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh H. M. Jamil Ibrahim, Kepala Biro Humas Pemerintah Aceh Dr Mahyuzar, Koordinator KWPSI Azhari, Sekjen KWPSI Muhammad Saman, Dewan Pengawas KWPSI Zainal Arifin M Nur, Nurdinsyam, Ali Raban, serta sejumlah pengurus organisasi tersebut.
Staf Ahli Gubernur bidang Hukum M Jakfar menjelaskan, secara hukum, proses pembentukan PT Bank Aceh Syariah adalah terlebih dahulu dibentuk perusahaan daerah yaitu peraturan daerah tentang penyertaan modal dan pembentukannya. “Secara hukum, dasar hukumnya sudah kuat karena dua-duanya sudah ada qanun. Jadi persiapan modal sangat berkoresi dengan pembentukannya,” jelas Jakfar.
Mantan Ketua KIP aceh ini menyebutkan, ada proses dan tiga tahapan yang akan dilalui yaitu izin prinsip, izin pembentukan badan dan pengajuan izin operasionalnya. “Nah, permohonan izin prinsipnya kepada OJK, dan ini yang diajukan adalah Bank Aceh. Ada 18 hal yang harus disiapkan dan sebagian besar menjadi tanggungjawab Bank Aceh,” sebutnya.
Menyangkut penyertaan modal, Kepala Bappeda Aceh Prof Abubakar Karim menuturkan, proses usulan KUA PPAS itu selesai juli 2014, jadi masih beranggotakan DPRA lama. “Sementara qanun pembentukan Bank Aceh Syariah itu lahir oktober 2014. Jadi dalam kontek ini sudah duluan KUA PPAS , nah dalam KUA PPAS itu belum dicantumkan penyertaan modal karena saat itu memang belum ada Bank Aceh Syariah,” jelasnya.
Lalu setelah terbentuknya Qanun, Pemerintah Aceh berkonsultasi dengan OJK untuk merespon hal itu yang akhirnya muncul anggaran 50 Milyar. “Jadi tidak benar terjadi pemotongan seperti yang diberitakan karena saat ini masih dalam proses pembahasan, dan hasilnya belum dikembalikan kepada kita, masih dikaji di DPR,” tegasnya. Dalam kesempatan itu, Ia juga menjelaskan terkait studi kelayakan dan peluang pasar perjalanan Bank tersebut. “jadi studi ini penting, dan memakan waktu yang sedikit lama, setelah itu baru ada bisnis plan. Sekali lagi, peran Bank Aceh sangat besar dalam memenuhi prosedur Spin off,”kata Kepala Bappeda.
Wakil Ketua MahkamahSyar’iyah Aceh M Jamil Ibrahim mendukung komitmen kuat Gubernur dalam mewujudkan lahirnya Bank Aceh Syariah. Dikatakannya, sebagai provinsi yang menerapkan syariat Islam, Aceh idealnya sudah memiliki Bank Aceh Syariah dibanding daerah lain. Ia berharap agar Bank Aceh Syariah yang saat ini masih berada di bawah Bank Aceh konvensional dapat segera menjadi Bank Syariah.
“Penerapan prinsip syariah dalam ekonomi terutama dalam menghadirkan Bank syariah akan melahirkan masyarakat yang lebih baik,” katanya. Ia optimistis tekad dari Gubenur Aceh dalam mempercepat kehadiran Bank Aceh Syariah akan terwujud di provinsi berjulukan Serambi Mekkah ini.