Home / Berita Terbaru / Perempuan memainkan Peran penting dalam sejarah Aceh
Kepala Dinas Syariat Isalam Prof. Dr. Syahrizal Abbas Kepala Bidang Pembangunan Ekonomi dan Ketenagakerjaan Martunis menjadi Pemateri pada acara Diplomatic Tour Dan International Conference on woman and Children di Hermes Hotel, Banda Aceh, Jumat(4/11).

Perempuan memainkan Peran penting dalam sejarah Aceh

Humas Aceh | 5Nov 2016

BANDA ACEH: Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, Prof Dr Syahrizal Abbas, MA, menekankan bahwa perempuan memainkan peran penting dalam sejarah pembangunan Aceh. Hal ini disampaikan Syahrizal Abbas ketika menjadi narasumber dalam Konferensi Internasional Diplomatic Tour on the Progress of Women Empowerment and Child Protection in Aceh di Hotel Hermes, Banda Aceh, Jumat (4/11).

Menurutnya, perempuan Aceh dalam sejarah memainkan peran penting dalam mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan masyarakat. “Buktinya sejarah menunjukkan bahwa kerajaan Aceh pernah dipimpin oleh beberapa orang raja perempuan selama 53 tahun berturut-turut yaitu, pada masa kepimimpinan Sultanah Safiyatuddin Syah, Sultanah Zakiyatuddin Syah, Sultanah Kamalatsyah, dan Sultanah Inayat Syah.

“Masyarakat Aceh dari dulu mengganggap perempuan punya status yang sama dengan laki-laki, sehingga semua peran dalam urusan publik dapat dinikmati oleh perempuan seperti pendidikan dan perdagangan,” ujar Prof. Syahrizal.

Perempuan Aceh kata Prof. Syahrizal juga dibenarkan untuk mengikuti pendidikan tinggi dalam berbagai bidang termasuk bidang keagamaan. Bahkan pada masa lalu, terdapat beberapa orang ulama Aceh yang terdiri dari kaum perempuan, diantaranya Tgk. Fakinah dan Tgk. Pocut Meurah Inseun.

“Di Aceh kita juga mengenal dengan beberapa panglima perang perempuan yang mashyur, antaranya, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia dan Laksamana Malahayati,” katanya.

Di berbagai bidang lainnya, seperti perdagangan, Aceh juga mempunyai beberapa nama perempuan seperti Ummi Habibah yang sukses dalam dunia perdagangan impor dan ekspor antara Aceh dan Melaka pada abad ke 16.

Sejarah Aceh yang mengalami konflik yang berkepanjangan menurut Prof. Sayhrizal sempat mengakibatkan peran perempuan sedikit merosot. “Saat konflik, banyak perempuan lebih memilih untuk tinggal di rumah dan mengurus rumah tangga,” ujarnya.

“Namun, situasi itu sudah mulai berubah setelah konflik. Sekarang perempuan di Aceh mulai bangkit dan ikut serta membangun Aceh dengan berbagai cara termasuk politik, pendidikan dan pemeberdayaan wanita,” tandas Prof. Syahrizal.

Acara Konferensi Internasional Diplomatic Tour on the Progress of Women Empowerment and Child Protection in Aceh diikuti oleh 22 perwakilan negara asing dan organisasi internasional. Turut menjadi narasumber dalam acara tersebut, Dr. Asna Husin dari Universitas Islam Negeri Ar-Raniry dan moderator Martunis dari Bappeda Aceh.

 

Check Also

Pemerintah Aceh Serahkan SK Tenaga Kontrak

Banda Aceh – Pemerintah Aceh hari ini mulai menyerahkan Surat Keputusan (SK) Tenaga Kontrak tahun …