Home / Berita Terbaru / Dewan Sumberdaya Air Aceh Beraudiensi dengan Gubernur

Dewan Sumberdaya Air Aceh Beraudiensi dengan Gubernur

Banda Aceh| 08-05-2015

Banda Aceh – Pengurus Harian Dewan Sumberdaya Air (DDA) Aceh, dipimpin oleh Ketua Harian lembaga tersebut, Ir Syamsurizal bertemu dengan Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah di Meuligoe Gubernuran, hari ini, (Kamis, 7/5/2015).

Kehadiran pengurus harian lembaga tersebut adalah untuk beraudiensi dan melaporkan berbagai program dan kegiatan yang telah dilaksanakan oleh DSA selama satu periode (2009-2014) kepengurusan kepada Gubernur selaku Ketua Umum DSA Aceh.

Syamsurizal berharap, audiensi hari ini akan menghasilkan penandatangan matriks dan penyusunan kerangka kerja hingga 2019.

T M Zoelfikar, selaku juru bicara DSA Aceh menjelaskan, tahun 2015 ini seharusnya DSA Aceh sudah masuk dalam periodisasi kedua dari kerja-kerja lembaga tersebut. Namun karena kesibukan dari seluruh anggota DSA,maka audiensi ini baru dapat dilakukan hari ini.

“Kami berharap dalam waktu dekat dapat dibentuk dan disahkan kembali Dewan Sumberdaya Air yang baru,” ujar mantan Direktur Walhi Aceh itu.

Lebih lanjut TM Zoelfikar menambahkan, DSA merupakan wadah koordinasi mulai dari tingkat nasional hingga tingkat provinsi, bahkan pemerintah daerah bisa membentuk DSA hingga ke tingkat kabupaten.

Untuk diketahui bersama, tugas pokok lembaga ini adalah;

  1. melakukan penyusunan dan perumusan kebijakan serta strategi pengelolaan sumberdaya air tingkat provinsi berdasarkan kebijakan nasional sumberdaya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi di sekitarnya.
  2. Menyusun program sumberdaya air provinsi
  3. Menusun dan merumuskan kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi, hidrogeologi di tingkat provinsi
  4. Pemantauan dan evaluasi seluruh pelaksanaan tindaklanjut penetapan wilayah sungai dan cekungan air tanah serta pengusulan perubahan wilayah sungai dan cekungan air tanah.

Zoelfikar juga menjelaskan, DSA telah menghasilkan beberapa produk hukum yang telah dihasilkan oleh DSA, diantaranya; Pergub Aceh nomor 53 tahun 2013 tentang kebijakan pengelolaan sumberdaya air Aceh, Pergub Aceh nomor 60 tahun 2014 tentang kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometereologi dan hidrogeologi Aceh.

“Kita juga sudah mempersiapkan rancangan matriks, seperti apa proses pengelolaan seumberdaya air Aceh sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Ketua Harian. Untuk penyebaran informasi, kita juga sudah membuat buletin SDA,” terang.

Sementara itu, Amir Hamzah, selaku perwakilan dari Asosiasi Pengusaha Hutan Aceh, berharap agar Gubernur juga dapat memantau kerusakan hutan di Kabupaten Simeulue. Menurut Amir, Kerusakan Hutan di Kabupaten penghasil Lobster tersebut sudah sangat memprihatinkan.

“Kerusakan hutan disana diakibatkan oleh beberapa perusahaan pemilik HPH disana membabat hutan dengan alasan untuk dialihfungsikan menjadi Hutan Tanaman Induistri, namun saat hutan sudah habis dibabat ternyata mereka tidak mempunyai izin,” terang Amir.

Seperti kita ketahui, lanjut Amir, dari tujuh perusahaan pemilik HPH di Simeulue, hanya Perusahaan Daerah Kelapa Sawit (PDKS), yang akhirnya beroperasi. “Itupun karena perusahaan tersebut merupakan perusahaan daerah,” tambah Amir.

Amir berharap Gubernur dapat meninjau langsung kerusakan hutan yang sudah sangat memprihatinkan di Simeulue. Menurut Amir, hingga saat ini kerusakan yang diakibatkan oleh penebangan yang dilakukan oleh perusahaan pemilik HPH tersebut hingga saat ini belum ditanami kembali.

Gubernur: Kita harus Introspeksi

Usai mendengarkan paparan dari seluruh anggota DSA Aceh yang berasal dari berbagai lembaga, baik lembaga pemerintah maupun lembaga non pemerintah itu, Gubernur menyampaikan beberapa hal yang terkait situasi terkini terkait kondisi sumberdaya air Aceh.

“Banyaknya pencemaran baik itu dari hutan, sungai dan lainya. Yang saat ini juga harus kita takutkan bukan saja tentang Illegal Logging, atau Illegal Minning tapi di Aceh saat ini yang juga harus kita waspadai adalah Illegal non Minning.”

Sebagaimana diketahui Aceh saat ini sedang demam dengan batu giok, hal tersebut menurut Gubernur memang memberikan pendapatan kepada masyarakat dan mampu menggerakkan roda perekonomian daerah.

“Namun jika tidak diawasi dengan baik maka hal tersebut justru akan mendatangkan bencana bagi masyarakat sekitar. Saya sudah menyampaikan ini kepada pak Said Ikhsan (Kadis Pertambangan dan Energi Aceh-red) untuk mengkaji dan membuat regulasi demi kelestarian lingkungan disekitar lokasi penambangan tersebut.”

Menurut Gubernur, akan sangat berbahaya jika masyarakat yang saat ini menambang giok tanpa memperhatikan kondisi alam. “Dapat dibayangkan jika batu yang berfungsi sebagai paku ditambangterus menerus, maka akan terjadi kerusakan yang imbasnya tidak hanya dirasakan oleh para penambang saja tapi juga kepada para masyarakat yang berada di sekitar tambang.”

Selain itu, Gubernur juga menyayangkan kondisi kerusakan hutan Aceh, sebagai daerah penyimpan. Menurut Gubernur, banjir yang sering terjadi di Aceh, selain karena letak geografis suatu daerah juga disebabkan oleh maraknya aksi penebangan hutan.

Untuk itu gubernur berharap agar pihak terkait segera memperketat pengawasan hutan dan menindak tegas siapapun termasuk aparat yang terbukti menjadi cukong atau mem-back up pelaku Illegal Logging. “Pagar makan tanaman itu namanya, maka harus segera ditindak tegas,” ujar Gubernur.

Gubernur juga berharap agar audiensi seperti hari ini dapat dapat dilakukan secara reguler, sehingga jika terjadi kendala-kendala di lapangan atau ada hal-hal mendesak dapat penanganan segera dicarikan jalan keluarnya.

Selain Dinas Pengairan Aceh, anggota DSA Aceh lainnya adalah; Kepala Bappeda Aceh, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Kepala Dinas Kehutanan Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan Komunikasi, Informasi dan Telekomunikasi, Dinas Pendidikan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika serta Balai Wilayah I Sungai Sumatera.

Sedangkan dari unsur non Pemerintah adalah Yayasan Leuser Internasional (YLI), Fauna Flora Indonesia (FFI), Asosiasi masyarakat Pengelolaan Hutan Rakyat (AMPERA), Walhi AKSDHI HATI Kejruen Blang Nanggroe Aceh, LSM Peumada, Perpamsi, KTNA dan APHI. (Ngah)

Check Also

Pemerintah Aceh Serahkan SK Tenaga Kontrak

Banda Aceh – Pemerintah Aceh hari ini mulai menyerahkan Surat Keputusan (SK) Tenaga Kontrak tahun …